Beranda | Artikel
Diangkatnya Ilmu dan Munculnya Kebodohan
3 hari lalu

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Diangkatnya Ilmu dan Munculnya Kebodohan adalah kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. pada Ahad, 21 Muharram 1446 H / 27 Juli 2024 M.

Kajian Tentang Diangkatnya Ilmu dan Munculnya Kebodohan

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash:

Tentu, berikut adalah teks hadits yang dimaksud dalam bahasa Arab:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا، اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا، فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا.

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya secara langsung dari hamba-hamba-Nya, tetapi Allah mencabut ilmu dengan diwafatkannya ulama, sehingga ketika Dia tidak lagi menyisakan seorang alim pun, manusia akan mengangkat para pemimpin yang bodoh. Mereka ditanya, lalu berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam sebuah riwayat disebutkan,

مَوْتُ الْعَالِمِ مُصِيبَةٌ لا تُجْبَرُ, وَنَجْمٌ طُمِسَ، مَوْتُ قَبِيلَةٍ أَيْسَرُ مِنْ مَوْتِ عَالِمٍ

“Meninggalnya seorang ulama adalah musibah yang tidak dapat diperbaiki, dan bintang yang gugur. Kematian satu kabilah lebih ringan daripada kematian seorang ulama.” (Riwayat ini tidak sahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, melainkan perkataan sebagian ulama)

Oleh karena itu, saudaraku, sebelum roh para ulama dicabut dan diangkat oleh Allah satu per satu, maka kita harus berusaha menuntut ilmu kepada para ulama, membekali diri dan menguatkan keilmuan. Hal ini agar agama ini terus terjaga. Ketika banyak orang berbicara tanpa ilmu, hanya dengan pendapat akal semata, pasti musibah itu lebih besar lagi. Ini semua terjadi karena hilangnya ulama.

Berbicara tanpa ilmu adalah sumber berbagai macam kesesatan. Allah berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 33:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Katakanlah: Sesungguhnya yang diharamkan oleh Rabbku adalah perbuatan keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, dan mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan ilmu padanya, dan kamu berkata atas Allah tanpa ilmu.” (QS. Al-A’raf[7]: 33)

Lihat saudaraku, Allah memulai dosa dari yang kecil dulu, yaitu perbuatan keji, kemudian naik menjadi dosa, kemudian naik lagi menjadi perbuatan zalim di muka bumi tanpa hak, lalu naik lagi menjadi syirik. Ternyata, Allah tidak menutup dengan kesyirikan, tetapi menutup ayat itu dengan “dan kamu berkata atas Allah tanpa ilmu”.

Para ulama menyebutkan bahwa berkata tanpa ilmu itu adalah tiang kesesatan. Bahayanya berkata tanpa ilmu sangat banyak. Akibat berkata tanpa ilmu, muncul kesyirikan. Contohnya, orang yang berkata, “Boleh memakai jimat asal hati kita tetap bertawakal kepada Allah.” Ini adalah berkata tanpa ilmu. Jika kita benar-benar bertawakal kepada Allah, mengapa kita perlu memakai jimat? Orang yang memakai jimat pasti memiliki ketergantungan kepada selain Allah.

Katanya boleh bertawassul kepada mayat karena mayat bisa mendengar doa kita. Kalaupun mendengar doa, dari mana dalilnya bahwa mereka bisa menyampaikan doa, sementara mayat tidak bisa memberikan manfaat dan mudarat lagi.

Berapa banyak bid’ah muncul gara-gara berkata tanpa ilmu? Katanya tidak apa-apa merayakan tahun baru, kita kan harus berbangga dengan syiar Islam. Kita katakan, kalaulah itu kebaikan, tentu yang pertama kali melakukannya Rasulullah dan para sahabatnya, tentu para tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan para ulama yang pertama kali memahaminya. Karena mereka adalah manusia yang paling paham tentang kebaikan. Namun akibat berkata tanpa ilmu, muncul bid’ah, muncul ibadah-ibadah yang tidak pernah disyariatkan hanya karena menganggap ini baik menurut pendapat.

Inilah sebabnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan, “Ketika Allah tidak menyisakan lagi seorang alim pun, maka orang-orang akan menganggap orang yang bukan ulama sebagai ulama.” Misalnya hanya karena sorbannya panjang, memakai jubah, pintar berorasi, bisa bahasa Arab. Padahal di Saudi, anak kecil kelas 6 SD juga jago bahasa Arab. Apakah hanya karena pintar bahasa Arab langsung dianggap ulama? Tidak bisa. Hanya karena hafal Arbain Nawawiyah, lalu dianggap ulama? Apakah hanya karena hafal Bulughul Maram maka dianggap ulama? Padahal di zaman Ibnu Hajar, Bulughul Maram itu kitab untuk pemula.

Maka dari itulah, kita harus mengenali siapa ulama sebenarnya. Jangan sampai salah menganggap seseorang sebagai ulama padahal dia bukan ulama. Hakikat ulama adalah mereka yang alim terhadap Al-Qur’an, hadits, dan tata cara memahami serta beristimbat (menarik kesimpulan hukum) dari Al-Qur’an dan hadits. Mereka menguasai ilmu-ilmu alatnya, seperti bahasa Arab, usul fikih, kaidah fikih, balaghah, dan lainnya. Mereka menguasai ilmu tafsir dan ilmu hadits.

Kenyataan dizaman sekarang, hanya karena seseorang pintar berbicara dan majelis taklimnya banyak yang hadir, maka langsung diulamakan. Apalagi di zaman sekarang ini, ada orang yang mengaku paham bahasa semut, itu diulamakan. Subhanallah, di zaman sekarang ini, kita harus benar-benar mengenali siapa ulama.

Kalau ingin mengenal ulama, biasakanlah membaca kitab-kitab ulama. Kita akan merasakan nafas (ilmu) mereka. Bacalah kitab Ibnul Qayyim, Ibnu Taimiyah, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Imam An-Nawawi, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Tirmidzi, dan lainnya. Baik ulama dalam fikih, hadits, maupun bidang lainnya. Mereka berbicara penuh dengan ilmu.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Dengarkan dan Download Kajian Diangkatnya Ilmu dan Munculnya Kebodohan

Jangan lupa untuk turut menyebarkan kebaikan dengan membagikan link kajian “Diangkatnya Ilmu dan Munculnya Kebodohan” ini ke media sosial Antum. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Antum semua.


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54321-diangkatnya-ilmu-dan-munculnya-kebodohan/